Laman

Senin, 30 Agustus 2010

Pong Harjatmo : POLISI ITU BANCI


Maraknya aksi perampokan bersenjata akhir-akhir ini mengusik aktor senior Pong Harjatmo. Pong yang sempat menunjukan kekecewaannya terhadap kinerja pemerintah dengan memanjat dan mencoret gedung DPR/MPR kini juga menyayangkan kinerja pihak kepolisian.

Pong Harjatmo|Foto: Galih W Satria CnR
JAKARTA -CnR/OMG- Maraknya aksi perampokan bersenjata akhir-akhir ini mengusik aktor senior Pong Harjatmo. Pong yang sempat menunjukan kekecewaannya terhadap kinerja pemerintah dengan memanjat dan mencoret gedung DPR/MPR kini juga menyayangkan kinerja pihak kepolisian.
buat apa, mestinya polisi-polisi gendut yang nanganin provost dulu yang beresin. Jadi yang nakal-nakal intern yang beresin,"kata Pong ketika ditemui di Crown Plaza, Jakarta, Jumat (27/8/2010) malam.
Pada kesempatan itu, Pong bergarap agar mental dan moral para pemimpin bangsa ini harus dibenahi. "Bentuk Indonesia baru. Harus tegas, jadi yang merusak Indonesia biar jera yang koruptornya, narkobanya, ilegalo"Polisi itu banci dan kerja samanya untuk keamanan kurang. Kalau polisi kerjanya maksimal engga perlu ada KPK, Coruption Watch. Provost ging kan itu yang merusak Indonesia. Yang bersih dari koruptor, bersih dari mental-mental bejat yang merugikan bangsa dan negara," ujar Pong.
Pong pun mempunyai rencana untuk melakukan aksi berikutnya dalam bentuk kekecewaan dirinya terhadap kinerja pemerintah. "Tapi saya enggak bisa kasih tahu sekarang, tapi kalau saya akan bertindak akan saya kasih tau," utas Pong. (Fiyan/Sab Agust 28, 2010).

Jumat, 27 Agustus 2010

Polisi Jangan Sok Hebat Deh
Oleh Hanin Mazaya

Setelah penangkapan atas Ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang menuai kritik dari berbagai pihak, tidak terkecuali pengamat terorisme yang menilainya sebagai sesuatu yang dipaksakan, kritik kembali mengalir ke tubuh lembaga itu menyusul permintaan kepolisian kepada Kominfo untuk menutup situs dukungan atas ulama sepuh tersebut.
"Kita minta kepada kementerian yang punya otorita kalau bisa mem-block atau mencari tahu siapa orang yang mengganggu ini," ujar Kabid Penum Mabes Polri, Kombes Pol Marwoto Soeto kepada detikcom, Senin (23/8/2010).

Bahkan menurut Waspada Online, "Para pimpiman Mabes Polri, khususnya Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, belakangan ini tidak hanya meminta secara terbuka untuk memblokir situs pendukung Ba'asyir, juga memerintahkan kepada media massa agar tidak meneruskan pemberitaan pada isu-isu tertentu. Beberapa isu itu termasuk kasus yang terkait dengan Komjen Susno Duadji dan 'rekening gendut' perwira Polri."

Hal ini pun menuai kritikan dari berbagai pihak khususnya pers.

Menanggapi permintaan Polri itu, pemimpin redaksi maubilangapa.com, Muhammad Arief Tampubolon, menilai hal itu sangat berlebihan. Permintaan pihak kepolisian itu dapat mengganggu kebebasan masyarakat yang mengungkapkan dukungan kepada Abu Bakar Ba’asyir.

"Ya wajar saja masyarakat menyuarakan dukungannya kepada Ba'asyir melalui situs-situs web. Kita semua tahu Ba’asyir adalah sosok yang disegani dimata masyarakat, khususnya kalangan Islam," kepada Waspada Online, Arief mengatakan, malam ini.

Ba’asyir, menurutnya, adalah seorang ulama dimata kalangan muslim, bukan teroris. Arief meminta pihak kepolisian agar tidak melontarkan hal-hal yang dapat membauat rasa sensitif kalangan ummat Isla. "Apalagi sekarang ini bulan puasa. Pernyataan dan tindakan polisi bisa sangat sensitif sehingga memacing amarah sebagian ummat Islam," katanya.

"Polisi jangan sok hebatlah. Masa' polisi sampai minta situs pendukung Ba'asyir diblokir. Ini keterlaluan,” tegas Arief sambil menyayangkan sikap Polri itu..

Nada serupa dilontarkan oleh pemimpin redaksi gomedan.com, Hasiholan Siregar, yang mengatakan bahwa polisi ikut-ikut Menteri Kominfo untuk memblokir situs-situs tertentu. "Jangan menyepelekan hak warga negara. Mabes Polri jangan lah ikut-ikutan Kemkominfo. Kenapa harus situs yang jadi sasaran? Dan Abu Bakar Ba’asyir belum tentu teroris beneran," kata Hasiholan kepada Waspada Online.

Menurut Hasiholan, Abu Bakar Ba’asyir adalah seorang ustad dan tokoh agama yang seruannya banyak didengar oleh masyarakat. Ini tidak memastikan bahwa mereka yang mendengar dan menjadi muridnya itu adalah teroris.

“Kalau ada situs yang mendukung dirinya karena menjadi tahanan kasus teroris, bukan berarti situs itu berhubungan dengan terorisme. Bisa saja situs itu forum komunikasi untuk memberikan dukungan kepada Ba’asyir agar tetap tabah dan tawakal mengahadapi cobaan selama di tahahan, bukan terkait terorisme,” terang Hasiholan.

Upaya kepolisian dalam memberangus kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi dan menyebarkannya ini memang tampak terlalu berlebihan, apalagi menurut hasil pantauan media, situs yang dimaksud seperti Freeabb.com hanya memuat komentar, pemberitaan, foto, dan pernyataan sikap ormas yang memberikan dukungan kepada Ustadz Ba'asyir.

Bahkan menurut Effendy Ghazali, permintaan Polri itu bertentangan dengan peraturan. Sebagaimana dikutip Waspada Online, pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) menegaskan, "Kalau hanya mengungkapkan simpatik kepada Ba'asyir, ya tidak boleh diblokir. Itu bertentangan dengan peraturan.” (muslimdaily/arrahmah.com)
Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...

Sabtu, 21 Agustus 2010

DIMANAKAH POSISIMU, DIBARISAN TAUHID ATAU BARISAN TOGHUT ?

Segala puji hanya milik Allah, Robbul ‘aalamiin, Sholawat dan Salam semoga Allah limpahkan kepada penutup para Nabi, keluarga dan para sahabat seluruhnya. Amma ba’du,

Saat Allah Ta’ala mewajibkan kaum muslimin di Mekkah untuk hijrah ke Madinah, maka orang-orang yang mampu untuk hijrah, mereka hijrah, kecuali sejumlah orang yang berat meninggalkan kampong halaman, harta benda dan keluarga. Serta mereka lebih mengutamakan hal itu terhadap hijrah ilallah. Pada saat perang Badar, mereka dipaksa oleh kaum musyrikin untuk ikut dalam barisan mereka menghadapi kaum muslimin, dan di antara mereka itu ada yang terbunuh oleh panah kaum muslimin, maka Allah Ta’ala menjelaskan perihal nasib mereka pada saat kematian dan tempat akhir mereka :

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Sesungguhnya, orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri (kepada mereka) malaikat bertanya, “dalam keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisaa: 97)

Ucapan malaikat adalah: di barisan mana kalian ini, apakah di barisan anshor tauhid ataukah di barisan kaum musyrikin dan anshor thoghut?
Dan tatkala realita mereka adalah sangat jelas berada di barisan kaum musyrikin dan aparat thoghut serta mereka tidak bias berkilah lagi, maka mereka berlindung kepada alasan ketertindasan dan mereka tidak mengatakan bahwa “keyakinan kami masih lurus”, karena mengetahui bahwa alasan tersebut tidak berguna. Tapi apakah alasan ketertindasan yang mereka utarakan itu diterima?? Ternyata tidak! Dan justru malaikat malah mengatakan , di dunia mereka itu halal darah dan hartanya, sedang di akherat maka .
Paksaan masuk dalam barisan anshor syirik tidaklah menjadi alasan syar’I, karena di awal mereka sendiri yang salah, dimana mereka tidak hijrah saat mampu untuk hijrah, sehingga akhirnya mereka dipaksa bergabungan dalam barisan anshor syirik.

Bila ini adalah status orang yang menjadi anshor thoghut padahal mereka dipaksa, maka bagaimana dengan orang-orang yang menjadi anshor thoghut secara sukarela, dan bagaimana dengan orang-orang yang merasa bangga?
Sedangkan di antara thoghut terbesar zaman ini adalah Undang-Undang Dasar, hukum buatan dan Undang-Undang turunannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu, mereka hendak Berhakim Kepada Thoghut, padahal mereka telah diperintahkan mengingkari thoghut itu. Dan syaithon bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisaa: 60)
Allah Ta’ala menyebut hukum atau Undang-Undang selain yang diturunkan-Nya sebagai thoghut yang harus diingkari dan dijauhi, sebagaimana firman-Nya Ta’ala:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rosul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan): “ibadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thoghut itu!” (An- Nahl: 36)
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Barang siapa ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Allah, maka dia telah memegang erat ikatan tali yang sangat kokoh yang tidak akan putus. (QS. Al Baqoroh: 256)

Sedangkan tali ikatan yang sangat kokoh yang tidak akan putus itu adalah Laa ilaaha illallah. (Jadi, barang siapa yang INGKAR KEPADA THOGHUT dan BERIMAN KEPADA ALLAH, maka dia telah memegang kuat-kuat ikatan LAA ILAAHA ILLALLAH… -ed)

Bila kalian telah mengetahui bahwa hukum buatan manusia, atau UUD dan Undang-Undang turunannya, atau syari’at bikinan manusia –atau selain syari’at Allah- itu adalah di antara bentuk thoghut yang harus dijauhi dan diingkari, maka saya bertanya kepada kalian : Apakah kalian berada di barisan anshor tauhid ataukah di barisan aparat thoghut setelah kalian mengetahui bahwa dinas kalian ini (bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara) (UUD 1945, bab 12 pasal 30 ayat 3 perihal Tugas TNI), padahal yang kalian lindungi ini adalah Negara berhukum thoghut ?

Bukankah tugas pokok kalian di antaranya adalah (mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945) (UUD RI No. 34 Th.2004 tentang TNI)?
Bukankah kalian telah mengikrarkan syahadat syirik, yaitu (setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945) (point pertama sumpah prajurit)?
Dan bukankah kalian telah menyatakan bahwa (Kami warga Negara RI yang BERSENDIKAN Pancasila) (point pertama Sapta Marga)?
Coba kalian posisikan diri kalian sendiri dengan firman Allah Ta’ala ini:

الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thoghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaithon itu, karena sesungguhnya tipu daya syaithon itu adalah lemah.” (QS. An Nisaa: 76)

Allah Ta’ala telah memvonis yang berjuang/berperang di jalan thoghut sebagai orang-orang kafir dan kawan-kawan syaithon.
Sedangkan nasib kalian di akherat bila tidak taubat adalah sebagaimana firmannya Ta’ala: “Maka mereka (sembahan-sembahan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama orang-orang yang sesat dan bala tentara iblis semuanya.” (QS. Asy Syuraa: 94-95)

Oleh sebab itu bersegeralah bergabung bersama dengan Anshor Tauhid dan keluarlah dari dinasmu yang kafir ini!
Kalian juga wahai para penegak hukum dari kalangan polisi, bukankah yang kalian tegakkan itu hukum thoghut? sebagaimana kitab yang kalian sucikan:
(Kepolisian Negara RI sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum) (UUD 1945 bab 12 pasal 30 ayat 4)
Kalian ini alat bagi Negara dan pemerintah thoghut dalam menjalankan hukum kafirnya. Nilailah diri kalian denga firman Allah Ta’ala ini:

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah thoghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya (keimanan) kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 257)

Janganlah kalian beralasan bahwa kalian hanya menjalankan tugas hukum dan perintah pimpinan, karena itu semua tidak bias merubah status kalian dan ancaman Allah Ta’ala terhadap orang-orang kafir seperti kalian:

إِنَّأَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَ للَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا (64) خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا لَا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (65) يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا عْنَا الرَّسُولَا (66) وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا (67) رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka) mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata : “alangkah baiknya andaikata kami ta’at kepada Allah dan taat (pula) kepada Rosul.” Dan mereka berkata: “Ya Robb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin kami dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Robb kami, timpakanlah kepada mereka ‘adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS. Al Ahzab 64-68).

Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan perihal dua kelompok dari para penghuni neraka yang akan muncul di kemudian hari, di antaranya [orang-orang yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukuli manusia. (HR.Muslim dari Abu Hurairah)]

Orang-orang itu di antaranya adalah pemerintah dan para thoghut kalian yang menindas manusia, sedangkan cemeti yang merupakan alat untuk menindas bukan untuk mengayomi adalah kalian dan dinas yang seperti kalian. Jadi apa kalian ini polisi penegak hukum Allah atau penegak hukum thoghut?

هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ (19) يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ (20) وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ (21) كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ (22)

“Itulah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Robb mereka, maka orang-orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit mereka. Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka, lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka akan dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): “Rasakanlah ‘adzab yang membakar ini.” (QS Al Hajj : 19-22)
Dan apakah orang bersumpah untuk setia dan taat penuh kepada thoghut itu berada di barisan pembela tauhid ataukah di barisan abdi dan hamba thoghut??

Jawabannya jelas, bahwa dia ada di barisan abdi thoghut. Dan kalian wahai para PNS bukankah berdasarkan Peraturan Pemerintah kalian No. 21 Tahun 1975 pasal 6 kalian telah mengikrarkan bai’at syirik berikut ini:
“Demi Allah, saya bersumpah:
Bahwa saya untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah. Bahwa saya akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab…”

Makna sumpah kalian ini adalah: “Demi Allah, saya akan kefir kepada Allah dan setia kepada thoghut.” Jangan kalian berkilah karena itu adalah makna yang sebenarnya. Coba perhatikan vonis Allah Ta’ala kepada orang semacam kalian dan bahkan dia lebih ringan daripada kalian:

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ (25) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ
“Sesungguhnya orang-orang yang murtad ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaithon telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka itu berkata kepada orang-orang yang benci terhadap apa yang diturunkan Allah : “Kami akan mentaati kamu dalam beberapa (sebagian) urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka”. (QS. Muhammad: 25-26)

Perhatikanlah baik-baik! Allah memvonis seseorang MURTAD karena sebab ucapannya kepada orang-orang kafir: “Kami akan mentaati kamu dalam beberapa urusan”, maka bagaimana halnya dengan kalian yang berikrar kepada PEMERINTAH KAFIR: “kami akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah” dan “akan mentaati segala peraturan perundang-undangan…”

Jadi jujurlah kepada diri kalian sendiri, di barisan mana kalian ini ?? Apa di barisan penegak tauhid atau di barisan thoghut? Jangan berkilah bahwa keyakinan kalian masih bagus karena keyakinan bermanfaat hanya saat kondisi dipaksa saja. Segeralah berlepas diri dan bertaubat sebelum datang waktu:

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ (166) وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ (167)

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan ketika segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia) pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami”, Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka. Dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al Baqoroh 166-167)
Oleh sebab itu, bersegeralah berlepas diri dari thoghut kalian sebelum datang waktu yang mana penyesalan tidak berguna lagi….
Wal hamdulillahi Robbil ‘aalamiin.

Sijn Sukamiskin Bandung UB 30
Rabu 2 Sya’ban 1428H
NATO Menunggu Ajal di Afghanistan
Oleh: Shahimi bin Tgk. Ilyas Asyi

Situasi perang di Afghanistan akhir-akhir ini tambah runyam bagi pasukan Koalisi yang tergabung dalam NATO. Perkembangan jalannya perang semakin jauh dari ekspektasi dan prediksi para politisi haus kekuasaan dan penjajahan. Para politisi dan penggemar perang di Washington, London, Paris dan negara-negara yang serdadunya ikut menginvasi Afghan mulai pesimis dan harap-harap cemas dengan peluang tentaranya untuk memenangkan Perang Afghan.

Merujuk kembali ke akhir 2001, ketika puluhan ribu pasukan koalisi negara-negara Barat dengan mudahnya merebut Kabul, Mazar-Ie Syarif, Kandahar dan kota-kota lainnya dari tangan pejuang Taliban. Saat itu, di tengah euphoria kemenangan pasukan koalisi yang begitu mudah, sejumlah pengamat militer memberikan prediksi yang hari ini terbukti benar. Analisisnya mudah saja, Pejuang Taliban tentu tidak siap berhadapan secara langsung dalam peperangan terbuka melawan tentara NATO, disamping keterbatasan personil, kekurangan senjata dan amunisi dalam peperangan frontal, juga ketersediaan logistik yang tidak memadai dalam peperangan singkat. Oleh karena itu, Taliban sengaja meninggalkan kota-kota utama Afganistan dan mundur teratur menuju pedalaman, bersiap-siap untuk peperangan panjang ala gerilya..

Pejuang Taliban yang tentu saja tidak punya pasukan reguler untuk mempertahankan kota, meninggalkan kota-kota untuk menghindari korban sipil akibat bombardir brutal dari udara, tetapi tidak semua daerah mereka kosongkan, daerah-daerah yang secara geografis menguntungkan bagi perjuangan mereka pertahankan mati-matian, pertempuran di pegunungan Tora Bora di akhir tahun 2001 memperlihatkan dimana pejuang Taliban di bantu gerilyawan Al-Qaeda berhasil memukul mundur pasukan koalisi yang dibantu oleh pasukan Aliansi Utara. Para analis militer telah memperingatkan, bahwa mundurnya Taliban bukan berarti kekalahan, tetapi lebih merupakan strategi militer brilian dalam menghadapi situasi perang asimetris.

Pejuang Taliban dan Al-Qaeda memilih mengorganisir kekuatan yang lebih baik, merekrut ribuan pejuang baru, disamping menyiapkan senjata dan amunisi yang lebih dari cukup untuk perang berpuluh-puluh tahun.

..Para analis militer telah memperingatkan, bahwa mundurnya Taliban bukan berarti kekalahan, tetapi lebih merupakan strategi militer brilian dalam menghadapi situasi perang asimetris..

Pakar militer legendaris dunia, Sun Tzu, dalam bukunya The Art of War menyebutkan bahwa jika peperangan terjadi berlarut-larut maka pihak penyeranglah yang paling dirugikan, moral tentara yang anjlok karena perang tak kunjung dimenangkan. Sementara pihak di posisi bertahan punya lebih banyak waktu mengatur kembali barisan dan organisasi mereka, walaupun mereka lebih inferior dalam persenjataan dan taktik. Strategi inilah yang dipilih Taliban, menjadikan perang berlarut-larut, dengan sesekali melakukan serangan kejutan, meruntuhkan moral tentara musuh. Kecanggihan teknologi yang dimiliki tentara NATO menjadi tidak efektif, karena semua peralatan modern itu dioperasikan oleh tentara-tentara yang semangatnya mulai anjlok - karena mereka tidak tahu pasti alasan mereka berperang dan untuk apa mereka mati di medan Afghan yang ganas.

Berdasarkan hitungan korban pasukan koalisi dari laman independen icasualties.org, tahun –tahun pertama perang korban di pihak pasukan koalisi relatif sedikit dan bisa diterima menilik dari lama dan luas areal peperangan. Tetapi tahun-tahun selanjutnya korban terus meningkat pesat, mencapai total 521 nyawa yang tewas di palagan Afghan pada tahun 2009. Seiring dengan bertambahnya korban tewas, maka kekalahan mulai mendekat, dimulai dari kekalahan politik, ditandai menurunnya dukungan publik dalam negeri untuk perang Afghan, terjadinya perpecahan antar pejabat dan parlemen menyangkut kebijakan strategi perang yang semakin kacau. Disusul anggaran negara yang terkuras untuk membiayai perang, membuat ekonomi mengalami kelesuan, karena uang yang seharusnya dipakai untuk membiayai pembangunan domestik dialokasikan untuk kelangsungan operasi militer di negara yang bahkan tujuan operasi itu belum terasa manfaatnya sama sekali.

Taliban yang pada awal-awal perang tersingkir lambat laun telah kembali ke tengah-tengah rakyat Afghan, merebut satu persatu distrik dan kabupaten, memberlakukan Syariat Islam di wilayah yang dikuasai, serta memenangkan hati dan pikiran penduduk sipil. Kesabaran Taliban dalam menyusun strategi telah mulai membuahkan hasil yang manis.

Taliban- sekali lagi – telah memainkan strategi yang benar-benar brilian dalam menghadapi musuh dengan senjata lebih superior. Mereka, yang tentu saja tahu betul seluk beluk Afghanistan, berhasil memanfaatkan dan mengumpulkan faktor-faktor kemenangan secara simultan.

..Seiring dengan bertambahnya korban tewas, maka kekalahan mulai mendekat, dimulai dari kekalahan politik, ditandai menurunnya dukungan publik dalam negeri untuk perang Afghan, terjadinya perpecahan antar pejabat dan parlemen menyangkut kebijakan strategi perang yang semakin kacau

Sebagai contoh, menurut pengakuan seorang komandan lapangan Taliban, mereka secara cerdik memanfaatkan betul kondisi geografis Afghanistan untuk mencapai target taktis dan strategis. Taliban menggunakan pola serangan dan pertahanan yang begitu variatif tergantung kondisi geografis medan, di Helmand, Kandahar dan Afgan Barat, bom ranjau IED (Improvise Explosive Devices) menjadi senjata pilihan paling efektif karena medan terbuka dan tidak menyediakan tempat perlindungan cukup. Di ibukota Kabul, serangan bom jibaku (istisyhadiyah) jadi pilihan utama, karena begitu banyak target terbuka berupa pos-pos pemeriksaan dan markas pasukan koalisi, dimana banyak berkumpul personel, sehingga hasil serangan bisa maksimal. Di bagian Timur dekat perbatasan Pakistan, provinsi Kunar dan Nuristan, maka bentrok senjata lebih sering terjadi dalam skala besar, karena areanya bergunung-gunung dan hutan yang sangat sesuai untuk perlindungan alami.

Pelan tapi pasti wilayah yang dikuasai Taliban semakin luas, mengurung dan memaksa pasukan NATO tinggal di kota-kota saja, sementara para prajurit yang melakukan patroli harus siap-siap menghadapi resiko terburuk, jadi sasaran IED. Distrik yang menurut NATO diklaim telah dikuasai pun ternyata malah menjadi kuburan baru. Marjah contohnya, menurut NATO mereka berhasil menguasai distrik di provinsi Helmand ini setelah melalui serangkaian pertempuran berat. Nyatanya Taliban tetap memegang kontrol atas wilayah ini.

Di lain pihak, pasukan NATO yang mulai frustasi berat, semakin kehilangan dukungan dari rakyat Afgan, ini terjadi juga karena ulah mereka yang sering menjadikan penduduk sipil sebagai sasaran pelampiasan, tidak terhitung lagi berapa kali pesawat maupun artileri NATO menghantam sasaran-sasaran sipil, mengakibatkan ribuan korban tak bersalah. Hal ini secara langsung menjadikan dukungan kepada Taliban semakin kuat di tengah legitimasi pemerintahan Hamid Karzai yang begitu lemah. Penduduk Afgan semakin jijik melihat pasukan asing yang tanpa malu melakukan pelanggaran berbagai nilai-nilai Islam yang dalam masyarakat Afghan dihargai begitu tinggi, berkali-kali pasukan NATO melecehkan kitab suci Al-qur’an (dimana pelanggaran seperti itu tidak bisa dimaafkan sama sekali).

Angka tentara koalisi yang mengalami stress dan frustasi terus meningkat, tidak hanya di level prajurit yang saban hari berhadapan dengan maut, juga di level perwira tinggi, lihatlah kasus Jenderal Stanley McChrystal, mungkin akibat frustasi dan perbedaan kebijakan dengan Washington, langsung menumpahkan uneg-uneg kepada publik melalui majalah Rolling Stone. Kalau tentara selevel jenderal saja yang kerjanya hanya duduk di belakang meja sudah begitu frustasi, bisa dibayangkan apa yang terjadi pada level prajurit rendahan yang berada di lapangan dan berjibaku dengan lawan. Tingkat stress yang tinggi akibat perang nampak ditunjukkan oleh tingginya angka bunuh diri prajurit yang baru pulang dari medan perang, meningkatnya angka perceraian di keluarga prajurit, kekerasan dalam rumah tangga, serta angka kejahatan yang dilakukan oleh para prajurit veteran perang.

..Nampaknya Amerika dan NATO tidak pernah belajar dari sejarah, bahwa tidak ada bangsa yang mampu mengalahkan bangsa Afghan, mulai dari Alexander Yang Agung, Inggris, hingga Soviet yang akhirnya hancur berkeping-keping setelah menerima kekalahan telak dalam perang di tahun 80-an..

Pemerintah boneka Karzai di Kabul pun idem dito, semakin kehilangan kepercayaan rakyat Afghanistan karena budaya suap, korupsi dan ketidakmampuan mengefektifkan pemerintahan. Pemerintah Kabul tidak berdaya melindungi rakyatnya yang dibantai pasukan asing, tindakan yang dilakukan hanya sebatas mengecam dan mengecam, tanpa mampu bertindak lebih. Hal ini membuat mayoritas rakyat Afgah memposisikan pasukan NATO – dan juga pemerintahan sendiri- sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas segala kehancuran dan karena itu harus dilawan.

Maka ditengah segala situasi tersebut, NATO menjalankan misi menggantang asap dalam perang Afgan. Satu persatu anggota koalisi mulai ngacir dan lepas tanggung jawab, Belanda contohnya, Pasukan negeri tulip ini kabur setelah terus menerus menerima kekalahan di Provinsi Uruzgan, walaupun dalam pemberitaan media-media mainstream mereka mundur karena keadaan telah pulih, nyatanya mereka mundur karena tidak tahan lagi berperang.

Nampaknya Amerika dan NATO tidak pernah belajar dari sejarah, bahwa tidak ada bangsa yang mampu mengalahkan bangsa Afghan, mulai dari Alexander Yang Agung, Inggris, hingga Soviet yang akhirnya hancur berkeping-keping setelah menerima kekalahan telak dalam perang di tahun 80-an. Beruntunglah Islam yang mempunyai ummat seperti bangsa Afghan yang gagah perkasa, sebuah bangsa yang tidak sudi dijajah oleh siapapun.

Kini, menjejak bulan Agustus 2010, korban tewas pasukan koalisi sudah menembus angka 2000 orang, sudah saatnya pasukan koalisi bernapas dalam-dalam, bersiap-siap menerima kekalahan telak yang akan segera menimpa mereka. Fragmen sejarah baru akan tercatat, dimana kekuatan militer terbesar dunia akhirnya takluk di tangan pejuang-pejuang bersenjata kuno, kekuatan militer terbesar dunia yang akan pulang ke negeri mereka dengan hina dan kepala tertunduk, setelah bangsa Afghan yang gagah menghajar mereka dengan telak. Fragmen sejarah juga akan mencatat, dimana Amerika akan kembali tergelincir, jatuh terjerembab di pegunungan Hindu Kush dan padang pasir Helmand, sebagaimana mereka juga pernah tergelincir dan terjerembab di Tepi Sungai Mekong, Vietnam. INSYAALLAH!! (Voa-Islam.com)

*) Penulis adalah mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Unsyiah, Banda Aceh.

Jumat, 20 Agustus 2010

AWAS ! JANGAN TERKECOH "ISLAM PALSU" BUATAN KRISTEN ADVENT

Jangan mudah terkecoh, waspadalah terhadap ajaran Islam yang diembel-embeli nama lain, misalnya: Islam Hanif, Islam Jama’ah, Islam Murni, Islam Liberal, Islam Progresif, Islam Liberal, dan sebagainya, karena Islam yang benar dan diridhai Allah SWT adalah “Islam” (tanpa embel-embel apapun) yang mengamalkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Islam aneh-aneh ini adalah ajaran sesat yang tujuannya adalah merusak Islam.

Saat ini, di Bandung marak gerakan pemurtadan (kristenisasi) yang bermuara pada ajaran Islam Hanif yang digagas Robert Walean. Menurut Suryana Nurfatwa, Ketua Gerakan Reformis Islam Jawa Barat (Garis) Jawa Barat, dalam kasus pemurtadan di Garut dan Babakan Ciparay Bandung, semua pelakunya mengaku dari gereja Advent Hari Ketujuh. Modus dan buku-buku yang digunakan sama, yakni menyebarkan diktat yang ditulis oleh Robert Walean.

Dr Robert Paul Walean adalah aktivis Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK). Pria asal Minahasa 70 tahun yang kini tinggal di Koja, Tanjung Priok Jakarta Utara merekayasa agama ‘Islam Hanif’ sebagai trik penginjilan terselubung untuk memurtadkan umat Islam.

Untuk menyebarkan Islam Hanif, Walean menulis buku Alkitab Menubuatkan Islam Hanif Akan Masuk Surga (32 halaman). Sebelum membeberkan ajaran Islam Hanif, Walean meyakinkan pembaca bahwa buku yang ditulisnya sesuai dengan Al-Qur’an, lalu ia mewajibkan umat Islam menjadi pengikut Islam Hanif. Walean menegaskan:

“Islam Hanif bukan ajaran Kristen. Islam Hanif adalah ajaran yang ada dalam Al-Qur’an” (hlm. 5).

“Tujuan pekabaran bukan untuk mengkristenkan, tapi untuk membawa orang agar diselamatkan di akhirat nanti. Baiklah umat Islam tetap menjadi Islam, tapi harus menjadi Islam Hanif” (hlm. 10).

Setelah mengelabui pembaca, Walean mulai memasukkan doktrin Kristen Advent yang dikamuflase dengan ayat-ayat Al-Qur’an:

“Ajaran Islam Hanif berpatokan pada Kitab Al-Qur’an dan Kitab-kitab sebelumnya. Ayat utama ajaran Islam Hanif adalah pada Al-Qur’an surat An-Nahl 123: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu Muhammad: “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.”

Jadi, agama Islam yang benar adalah agama Nabi Ibrahim yang hanif... Cara ibadahnya tertulis pada ayat 124 surat yang sama (An-Nahl): “Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.” (hlm. 14-15).

...Walean memasukkan doktrin Kristen Advent yang dikamuflase dengan ayat-ayat Al-Qur’an…

Dalam uraian tersebut Walean sengaja mengacaukan istilah ”Islam Hanif.” Darimana Walean memungut nama agama ”Islam Hanif?” Padahal Al-Qur’an surat An-Nahl 123 yang dijadikan dalil itu sama sekali tidak menyebutkan kata “Islam Hanif.” Kata “hanif” dalam ayat tersebut jelas bukan menunjuk pada sebuah nama, tapi sifat yaitu sifatnya Nabi Ibrahim. Perhatikan baik-baik, dalam ayat tersebut tertulis dengan jelas “Ibrahim seorang yang hanif” (ibrohiima haniifan). Nabi Ibrahim disebut hanif karena memiliki ketulusan dan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah, sesuai dengan penggalan ayat berikutnya, bahwa beliau adalah orang yang tidak mempersekutukan Allah.

Jika konsekuen ingin mengikuti agama Nabi Ibrahim, seharusnya Walean tidak beragama Islam Hanif maupun Kristen Advent. Karena Nabi Ibrahim mewasiatkan agar anak-anaknya berpegang teguh memeluk agama Islam (tanpa embel-embel Islam Hanif).

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam” (Qs. Al-Baqarah 132).

Mengaku sebagai pengikut Nabi Ibrahim yang mengamalkan ajaran Al-Qur’an, tapi masih setia menjadi Kristen Advent, menambah daftar penipuan Walean. Bukankah Al-Qur’an sejara tegas menyatakan Nabi Ibrahim bukan seorang Kristen (Nasrani)?

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang hanif (lurus) lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik” (Qs Ali Imran 67).

Doktor Robert Paul Walean semakin terperosok dalam kesalahan fatal, ketika mengajarkan bahwa ibadahnya Nabi Ibrahim adalah hari Sabtu (Sabat) berdasarkan Al-Qur'an surat An-Nahl 124. Lagi-lagi Walean ceroboh dalam membaca. Ayat ini sama sekali tidak menyebutkan Nabi Ibrahim beribadah pada hari Sabtu. Bukankah dalam ayat tersebut termaktub dengan jelas bahwa syariat Sabat itu pernah diwajibkan kepada umat Yahudi? Perhatikan baik-baik kutipannya: ”Sesungguhnya diwajibkan menghormati hari Sabtu atas orang-orang Yahudi yang berselisih padanya.”

…Dr Robert Walean adalah orang yang miskin wawasan agama, baik agama Islam maupun Kristen...

Dengan ajaran kebaktian hari Sabtu (Sabat) yang diklaim mengikuti teladan Nabi Ibrahim, jelaslah bahwa Walean adalah orang yang miskin wawasan agama, baik agama Islam maupun Kristen. Buktinya, dalam Bibel pun tidak ada ayat yang menyebutkan Nabi Ibrahim (Abraham) menjalankan hukum Sabat. Bukankah hukum Sabat diberlakukan pada masa Nabi Musa? Baca baik-baik kitab Perjanjian Lama berikut: Ulangan 5:1-12; bandingkan: Keluaran 16:23, 20:8-11, 35:2-3, 35:15, dan Imamat 16:31, 19:30.

Dengan penyimpanan yang disengaja, maka tak diragukan lagi bahwa Walean bukanlah pengagum Nabi Ibrahim, tapi pengkhianat sejati dan pembenci Nabi Ibrahim. Al-Qur’an mengingatkan bahwa para pembenci agama Ibrahim adalah orang bodoh yang memperbodohi dirinya sendiri.

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri.” (Qs. Al-Baqarah 130).

...Di balik tipuan nama agama ‘Islam Hanif” itu, Walean menyusupkan doktrin Kristen Advent yang dijustifikasi dengan ayat-ayat Al-Qur'an secara menyimpang…

DOKTRIN KRISTEN DALAM “ISLAM HANIF” AJARAN WALEAN

Di balik tipuan nama agama ‘Islam Hanif” itu, Walean mengajarkan doktrin-doktrin Kristen Advent yang dijustifikasi dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang ditafsirkan secara menyimpang. Inilah beberapa doktrin Kristen yang disusupkan Walean dalam agama Islam Hanif:

1. Doktrin Soteriologi (Keselamatan) Melalui Penebusan Dosa

“Perlu diketahui bahwa di setiap pembuka surat Al-Qur’an tercantum ‘Bismillahiir Rahmaniir Rahiim’ yang artinya dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bahkan di setiap kegiatan kita dianjurkan untuk menyebutkan demikian. Jadi sesungguhnya intisari Al-Qur’an adalah untuk menyatakan bahwa Allah adalah Allah yang Rohmaniir Rahiim. Sedangkan konsep keselamatan melalui penebusan adalah membuktikan bahwa Allah adalah Allah yang Rohmaniir Rohiim. Karena kita tidak disiksa” (Islam Hanif Akan Masuk Surga , hlm. 25).

2. Doktrin Kematian Yesus Kristus untuk Menebus Dosa

“Satu-satunya cara Allah membuktikan Dia adalah Allah yang Maha Kasih lagi Maha Penyayang dan tidak merubah hukum-Nya, adalah dengan cara Allah sediakan pengganti/Jurusyafaat. Siapakah Jurusyafaat itu? Kata Jurusyafaat sama dengan Perantara atau Juruselamat yaitu Almasih. Ada lebih 25 kali kata Almasih dalam Al-Qur’an yang ditujukan kepada Isa Putra Maryam. Isa Almasih adalah satu-satunya utusan Allah yang pantas menjadi pengganti (penebus) dosa umat manusia karena Dia sendiri tidak pernah berdosa. Satu-satunya utusan Allah yang tidak pernah berdosa adalah Isa Putra Maryam. Kalau dia pernah berdosa tentu tidak pantas menebus dosa orang lain. Ganjaran yang setimpal untuk dosa adalah harus mati di neraka. Maka untuk menggantikan (menebus) kematian umat manusia di neraka, Isa Almasih telah mati dan sudah dibangkitkan dan diangkat Allah.” (Islam Hanif Akan Masuk Surga, hlm. 26-27).

3. Doktrin Kristen Advent Sebagai Jemaat yang Benar

Dalam diktat berjudul “Kebenaran Yang Terungkap dari Al-Qur’an dan Alkitab,” Walean menyatakan bahwa satu-satunya kebenaran adalah Gereja Jemaat Advent:

“KESIMPULAN. Kita patut dan sepantasnya bangga dan bersyukur kepada Allah karena kita berada dalam Gereja/Jemaat yang benar, yang telah dinubuatkan dalam Alkitab. Tidak ada lagi gereja lain yang dinubuatkan dalam Alkitab selain GMAHK (Wahyu 10:9-10) yang mempunyai tanda/ciri khusus Gereja yang sisa di akhir zaman yaitu: Menuruti 10 hukum Allah dan memiliki Kesaksian Yesus yaitu Roh Nubuat (Wahyu 1217, 19:10).

…Umat Islam harus waspada, jangan terkecoh oleh tipuan Pendeta Robert Walean yang merekayasa doktrin-doktrin Kristen Advent dalam agama palsu bernama “Islam Hanif…

Maka meskipun Jemaat GMAHK mempunyai banyak kekurangan yang perlu ditegur dan perlu diperbaiki, janganlah kita keluar dari GMAHK karena Gereja inilah yang benar dan akan menjadi perhatian Kristus yang paling utama sampai akhir zaman. Tugas Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh adalah: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:19-20). (hlm. 148).

Secara institusi, metode penginjilan berkedok Islam Hanif yang dipraktikkan oleh Walean itu didukung secara resmi oleh Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) DKI Jakarta. Dalam surat pernyataan resmi di atas kop surat GMAHK DKI Jakarta, Pendeta L. Situmorang selaku Ketua GMAHK DKI Jakarta membuat pernyataan di atas materai bahwa ia mempercayai seperti apa yang dituliskan oleh Robert Walean.

Jadi, umat Islam harus waspada, jangan terkecoh oleh tipuan Pendeta Robert Walean yang merekayasa doktrin-doktrin Kristen Advent dalam agama palsu bernama “Islam Hanif” yang menyelewengkan ayat-ayat Al-Qur'an. Tangkap dan laporkan para penginjil dan siapapun kepada pihak yang berwajib, adili sesuai hukum yang berlaku. [a ahmad Hizbullah/si / voa-islam.com]

Rabu, 18 Agustus 2010

MEMBEDAH MAKNA "FI SABILILLAH" DALAM AL-QUR'AN DAN HADITS

Bismillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya.

Banyak pertanyaan seputar makna syar'i Fi Sabilillah yang terdapat di dalam Al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulillah shallallahu 'alaihi wasallam. Karenanya harus ada upaya menjelaskannya secara gamblang menurut pemahaman pada Salafus Shalih Ridwanullah 'alaihim.

Infak Fi Sabilillah

Kita awali pembahasan ini dengan sebuah ayat yang sering disalah pahami,

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Baqarah: 195)

Sebab turunnya ayat ini yaitu ketika para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari kaum Anshar mulai enggan berinfak untuk Jihad fi sabilillah dan mereka lebih mengutamakan urusan pertanian mereka untuk memperbaikinya dan meninggalkan jihad, maka datanglah larangan dari Allah Ta'ala sebagaimana yang dijelaskan Abu Ayyub al-Anshari dalam sebuah hadits. Karenanya, makna menjerumuskan diri ke dalam kehancuran adalah sibuk mengumpulkan harta dan mengurusinya serta meninggalkan jihad. (HR. Muslim, al-Nasai, Abu Dawud dan al-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dari jalur Aslam bin 'Imran. Lihat Fathul Baari, Kitab al-Tafsir, VIII/185. Dan keterangan lebih lanjut silahkan baca: Meninggalkan Jihad: Menjerumuskan Diri dalam Kebinasaan).

Imam Bukhari menjelaskan dalam shahihnya tentang ayat di atas, "Ayat tersebut diturunkan berkaitan dengan nafaqah (infak). Kemudian dijelaskan oleh Ibnul Hajar dalam Fathul Baari tentang ucapan Imam al-Bukhari di atas, yaitu meninggalkan infak fi sabilillah 'Azza wa Jalla. (Fathul Baari: VIII/185)

Makna yang serupa dengan ayat di atas juga terdapat dalam firman Allah,

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya fi sabilillah (di jalan Allah. . ." (QS. Al-Baqarah: 261) melalui penafsiran Ibnu Abbas dan Makhul radliyallah 'anhum. Ibnu Abbas berkata, "Dalam jihad dan haji, maka dirham yang diinfakkan dalam keduanya akan dilipatgandakan menjadi 700 kali lipat. Karena inilah Allah Ta'ala berfirman, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji . . ."

Makhul berkata, "Yakni berinfak dalam urusan jihad, seperti menyiapkan kuda yang ditambat untuk berperang, menyiapkan persenjataan, dan selainnya." (Lihat tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut).

Hijrah dan Jihad

Sebagaimana yang firman Allah Ta'laa:

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً

"Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak." (QS. Al-Nisa': 100)

Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya, bahwa Fadhalah bin Ubaid al Anshari, salah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam- melewati dua jenazah. Salah seorang mereka meninggal dunia dalam medan perang terkena lemparan Manjanik dan seorang lainnya, meninggal (bukan karena serangan musuh). Orang-orang condong mengerumuni kuburan seorang yang terbunuh tadi, sementara Fadhalah duduk di sisi kuburan orang yang meninggal satunya. Lalu dikatakan kepada Fadhalah, "Engkau meninggalkan orang yang syahid dan tidak duduk di sisinya?" kamudian Fadhalah menjawab, "Aku tidak perduli akan dibangkitkan dari dua kuburan mana. Sesungguhnya Allah berfirman,

وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلًا يَرْضَوْنَهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ

"Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (Tafsri IbnuKatsir III/201. Kisah ini juga diriwayatkan Ibnul Mubarak dalam kitabul Jihad)

Kalau kita perhatikan dalam kitabullah, kita dapatkan bahwa kalimat hijrah dan jihad sering bergandengan. Berikut ini beberapa hadits Rasulillah shallallahu 'alaihi wasallam yang menjelaskan bahwa hijrah itu untuk jihad.

Dari Abil Khair, Junadah bin Umayyah menyampaikan kepadanya bahwa beberapa laki-laki dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berincang-bincang. Salah seorang mereka berkata, "Sesungguhnya hijrah telah selesai." Lalu mereka berbeda pandangan tentang hal itu. Kemudian Junadah pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Ya Rasulallah, sesungguhnya orang-orang berkata bahwa hijrah telah selesai. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya hijrah tidak akan terputus selama jihad masih ada." (Hadits shahih riwayat Ahmad)

Dari Abdullah bin Umar radliyallah 'anhuma berkata, Kami datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Para sahabatku masuk terlebih dahulu dan menyampaikan hajatnya, sementara aku pada urutan terakhir. Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apa hajatmu?" Aku menjawab, "Ya Rasulallah, kapan hijrah selesai?" Beliau menjawab, "Hijrah tidak akan terputus selama orang kafir masih diperangi." (HR. Nasai dan Ahmad)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, namun yang ada adalah jihad dan niat. Apabila kalian diperintahkan berjihad, maka keluarlah berjihad'." (HR. Muslim)

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Maksud tidak ada hijrah sesudah al-Fathu (penaklukan) adalah Fathu Makkah. Al-Khathabi dan lainnya berkata, "Hijrah adalah kewajiban diawal Islam bagi orang yang telah masuk Islam karena sedikitnya jumlah kaum muslimin di Madinah dan kebutuhan untuk bersama-sama. Ketika Allah sudah menaklukkan Makkah, maka manusia masuk Islam dengan berbondong-bondong. Karenanya, kewajiban hijrah ke Madinah telah habis dan hanya tersisa kewajiban jihad dan niat bagi orang yang melaksanakannya atau ketika musuh masuk menyerang."

Imam al-Thibbi rahimahullah dan lainnya berkata, "Bahwa hijrah yang bermakna meninggalkan negeri yang telah ditentukan (Makkah) menuju Madinah telah selesai, hanya saja meninggalkan negeri karena jihad akan tetap ada."

Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Sesungguhnya kebaikan yang terputus dengan selesainya hijrah dari Makkah menuju Madinah bisa diperoleh dengan jihad dan niat yang baik. . . (Fathul Baari: VI/38-39)

"Fi Sabilillah" Menurut Pemahaman Salafus Shalih

Kita wajib menafsirkan Al-Qur'an dan Sunnah dnegan pemahaman para Salafus Shalih. Artinya, istilah-istilah ini harus kita sesuai dengan pemahaman orang-orang yang memiliki istilah tersebut. Misalnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan salah satu kelompok penerima zakat adalah fi sabilillah. Kalimat ini secara bahasa maknanya global, yaitu setiap amal yang dilakukan seseorang untuk mendapat pahala dari Allah. Dari sini, seseorang yang memberi makan (menafkahi) istrinya dengan mengharap pahala dari Allah termasuk fi sabilillah. Seseorang yang makan makanan dengan niatan untuk menguatkan badannya guna ibadah kepada Allah juga termasuk fi sabilillah. Maka apabila kita tafsirkan kalimat fi sabilillah seperti itu, maka seseorang boleh memberikan zakat kepada istrinya dengan niatan berharap pahala dari Allah, dan sudah termasuk fi sabilillah. Penafsiran secara linguistik atau lughawi semacam ini bisa menyebabkan kekufuran karena tidak boleh seseorang memberikan zakat untuk dirinya sendiri atau istrinya. Dan ini akan bisa merusak agama Allah.

Karenanya, dalam menafsirkan lafadz lughawi wajib mengembalikan dan mengikatnya dengan pemahaman generasi awal umat ini dan membatasinya dengan makna yang berlaku di tengah-tengah mereka.

Lalu apa pembatas dan ikatan yang digunakan syari'at dalam memaknakan kalimat "fi sabilillah?" pembatas dan pengikatnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Dirham yang engkau nafkahkan untuk dirimu sendiri, dan dirham yang engkau nafkahkan untuk istrimu, dan dirham yang engkau nafkahkan fi sabilillah. . . " dari sini kita pahami bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah membedakan antara apa yang dimakan sendiri oleh seseorang dan apa yang dinafkahkannya untuk istrinya serta apa yang dia infakkan fi sabilillah (di jalan Allah). Jadi, menurut istilah syari'at, apa yang dia nafkahkan untuk istrinya bukan termasuk fi sabilillah, walaupun menurut bahasa dia masuk kategori fi sabilillah.

Apa makna istilah yang berlaku di kalangan ulama salaf ketika mereka mengucapkan kalimat "fi sabilillah"? Apa makna yang berlaku dikalangan sahabat ketika mereka mengucapkan kalimat "fi sabilillah"? Kemudian ikatan apa yang ditentukan oleh syariat terhadap lafadz ini ketika kita mengucapkan "fi sabilillah"? jawabannya adalah jihad fi sabilillah. Inilah pendapat yang tepat dalam masalah ini.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah memperluas masalah ini ketika ditanya, "Apakah boleh seseorang memberikan hartanya dari zakat mallnya untuk berhaji? Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Haji adalah fi sabilillah." Karenanya, kalimat fi sabilillah dipakai untuk haji dalam kondisi ini saja, tidak dalam setiap kondisi. Para sahabat bertanya tentang haji, karena mereka memahami haji, pada dasarnya, bukan termasuk fi sabilillah. Lalu mereka bertanya tentang haji, bolehkan berinfak untuk haji? Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Haji adalah fi sabilillah." Karenanya, dalam kondisi ini haji termasuk fi sabilillah dan haji tidak selamanya masuk dalam kalimat fi sabilillah menurut Al-Qur'an dan Sunnah, karena adat yang berlaku dikalangan sahabat dalam memahami fi sabilillah adalah jihad. (Disarikan dari khutbah Syaikh Abu Qatadah al Falisthini dengan judul 'Urf al-Shahabah fii fahmi Al-Qur'an)

. . . karena adat yang berlaku dikalangan sahabat dalam memahami fi sabilillah adalah jihad.

Menurut Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah, "Adapun kalimat Fi Sabilillah memiliki makna syar'i sendiri, yaitu qitaal (perang). Karena itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

لَغَدْوَةٌ أَوْ رَوْحَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

"Sungguh pagi-pagi hari atau sore hari berangkat berjihad di jalan Allah lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) dari sini, engkau keluar dari masjidmu lalu mendakwahi manusia termasuk fi sabilillah ... tidak, ini termasuk mengeluarkan nash-nash dari maknanya yang syar'i. Makna pergi pagi-pagi atau di sore hari di jalan Allah adalah pergi pagi-pagi atau pada sore hari ke peperangan, itu lebih baik dari dunia dan apa saja yang ada di dalamnya.

Makna pergi pagi-pagi atau di sore hari di jalan Allah adalah pergi pagi-pagi atau pada sore hari ke peperangan, itu lebih baik dari dunia dan apa saja yang ada di dalamnya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barangsiapa yang tumbuh satu uban fi sabilillah (di jalan Allah), dia akan memiliki cahaya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad, al-Nasai, dan al-Baihaqi dalam Sunan Kubranya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah, no. 2555) maknanya adalah di jalan jihad, yang sampai beruban karena menghadapi hiruk pikuk jihad.
Rasullullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بَاعَدَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ بِذَلِكَ الْيَوْمِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

“Barangsiapa yang berpuasa satu hari fi sabilillah (di jalan Allah), maka Allah akan menjauhkannya dari neraka dengan puasanya tersebut sejauh 70 tahun perjalanan.” (HR. Ahmad, Nasai, Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan al-Nasai, no. 2245) maknanya adalah di jalan jihad, puasa di dalam jihad. Jika tidak demikian maknanya, maka puasa orang muslim yang benar adalah fi sabilillah.

Kalau begitu, kalimat fi sabilillah, apabila dikehendaki oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai makna tunggal adalah perang. (Tarbiyah Jihadiyah, Syaikh Abdullah Azam, II/117-118)

Kalau begitu, kalimat fi sabilillah, apabila dikehendaki oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai makna tunggal adalah perang.

Imam al-Bukhari rahimahullah berkata, “Apabila kalimat fi sabilillah disebutkan secara global di dalam Al-Kitab dan Sunnah, akan bermakna jihad.” (Tafahiim al-Bukhari: II/80. Disebutkan oleh Syaikh Al-Mujahid Azhar dalam kitabnya Fadhail al-Jihad, hal. 56)

Ibnu Rusyd rahimahullah dalam Bidayatul Mujtahid menyebutkan, “Apabila kalimat fi sabilillah disebutkan secara global akan bermakna jihad.”

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Ibnul Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari, bahwa kalimat fi sabilillah jika disebutkan secara global, pasti bermakna jihad.

Ibnul Jauzi berkata, “Apabila fi sabilillah disebutkan secara global, maka maksudnya adalah jihad.” (disebutkan oleh Ibnul Hajar dalam Fathul Baari)

Ibnu Daqiq al-‘Ied rahimahullah berkata, “Kebiasaan yang paling sering dalam pemakaiannya (fi sabilillah) adalah dalam jihad.” (Disebutkan dala fathul Baari jilid VI)

Al-Sarkhasi berkata, “Secara global, dipahami darinya (maksud fi sabilillah) adalah jihad.” Disebutkan sendiri oleh al-Sarkhasi dalam Syarah al-Siyar al-Kabir, jilid VI)

Imam Nawawi rahimahullaah berkata, “Secara dzahir maknanya (hadits pergi berjihad di pagi dan sore hari) tidak khusus pada pergi di waktu pagi dan sore hari dari negerinya, tapi pahala ini akan diperoleh pada setiap pagi dan sore hari dalam perjalanannya menuju peperangan. Begitu juga berada di medan peperangan pada waktu pagi dan sore hari, karena semuanya dinamakan fi sabilillah.” (Syarah Shahih Muslim, jilid ke-13) yakni dengan menggabung makna: Di jalan menuju perang dan di medan peperangan itu sendiri. (Dinukil dari Tarbiyah Jihadiyah wal Bina, DR. Abdullah Azam, II/118)

Makna Jihad

Jihad secara bahasa adalah bersungguh-sungguh, berberat-berat, dan bercapek-capek. Adapun menurut syar’i, maknanya adalah qital (perang).

Dari Amru bin ‘Anbasah radliyallaahu 'anhu berkata, ada seorang laki-laki bertanya, “Hijrah apa yang paling utama?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Jihad.” Dia bertanya lagi, “Apa itu jihad?” beliau menjawab, “Engkau memerangi orang kafir apabila engkau bertemu dengannya.” Dia bertanya lagi, “Jihad apa yang paling utama?” Beliau menjwab, “Siapa yang mengorbankan seluruh hartanya dan dialirkan darahnya.” (Disebutkan secara ringkas dari hadits shahih yang panjang yang marfu’ kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam. HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Imam al-Shan’ani berkata, Jihad adalah bentuk masdar dari jaahadta jihaadan, artinya telah sampai pada puncak bersusah-susah. Ini adalah makna lughawi. Sedangkan menurut syar’i, “Mengerahkan seluruh kemampuan/kesungguhan dalam memerangi orang kafir atau pemberontak.” (Subulus Salam: IV/41)

Ibnu Rusyd berkata, “Setiap orang yang mencapekkan dirinya dalam beribadah kepada Allah, sungguh telah berjihad di jalan-Nya. Hanya saja, bahwa jihad Fi Sabilillah apabila disebutkan secara global tidak berlaku kecuali pada memerangi orang-orang kafir dengan pedang sehingga mereka masuk Islam atau menyerahkan jizyah.” (Lihat ‘Umdah al Fiqh hal. 166 dan Muntaha al-Iradaat: I/302)

Setiap orang yang mencapekkan dirinya dalam beribadah kepada Allah, sungguh telah berjihad di jalan-Nya.

Hanya saja, bahwa jihad Fi Sabilillah apabila disebutkan secara global tidak berlaku kecuali pada memerangi orang-orang kafir dengan pedang sehingga mereka masuk Islam atau menyerahkan jizyah.

Ibnu ‘Arafah al-Maliki berkata, “Jihad adalah perangnya orang Islam terhadap orang kafir yang tidak memiliki ikatan perjanjian, untuk meninggikan kalimat Allah atau bertemu dengannya (di medan perang) atau dia memasuki negerinya (orang muslim).” (Haasyiyah Al-Banani ‘ala Syarah khalil II/106)

Ibnu Najam al Hanafi berkata, “Jihad adalah menyeru kepada agama al-Haq (Islam) dan berperang terhadap orang yang tidak mau menerima (menyambut seruan) dengan jiwa atau harta.” (Al-Bahru al-Raa’iq: V/76 juga dalam Fathul Qadiir milik Ibnu Hammam: V/187)

Imam al-Syairazi berkata, “Jihad adalah qital (perang).” (Al-Muhadzab: II/227)

Imam al-Baajuuri al-Syaafi’i berkata, “Jihad: maknanya perang di jalan Allah." Lalu Ibnul Hajar berkata, “Dan menurut syara’: mengerahkan kesungguhan di jalan Allah.” (Fathul Baari, jilid VI)

Syaikh Abu al Mundzir al-Saa’idi hafidzahullah berkata, “Setiap kata jihad yang disebutkan oleh nash tentang makna jihad dengan selain makna ini (qital/perang) harus disertakan qarinah (keterangan) yang menunjukkan makna yang dimaksud. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا

"Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengannya (Al-Qur'an) dengan jihad yang besar." (QS. Al-Furqan: 52) Qarinahya kata ganti dalam Bihi yang kembali kepada Al-Qur’an dan juga ayat ini adalah Makkiyah, pada saat itu belum disyariatkan jihad.

Contoh lainnya dalam sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, ففيهما فجاهد, “Pada keduanya kamu berjihad”, ditujukan bagi laki-laki yang datang kepada beliau ingin berjihad. (Mutafaq ‘alaih dari Abdillah bin Amru radliyallaahu 'anhu.

Mencapekkan diri dengan mengurusi kedua orang tua disebut jihad ditinjau dari masalah yang akan ditimbulkan ketika dia pergi berjihad dengan meninggalkan kedua orang tuanya yang sudah tua, setelah minta izin kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Seolah-olah ada kiasan di antara keduanya, bahwa fungsi dari jihad adalah menghilangkan bahaya yang ditimbulkan musuh sedangkan mengurusi orang tua mendatangkan manfaat terhadap orang tua.

Bahwa kalimat jihad, apabila disebutkan secara global dalam kitabullah dan Sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan perkataan fuqaha’, maka dibawa kecuali kepada perang.

Abu Qatadah al-Falisthini berkata, “Ijma’ itu terakui sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rusyd. Bahwa kalimat jihad, apabila disebutkan secara global dalam kitabullah dan Sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan perkataan fuqaha’, maka tidak dibawa kecuali kepada perang. Walau kalimat jihad secara bahasa bermakna mengerahkan kesungguhan dalam rangka menggapai sesuatu atau menolak sesuatu, yang diikat fi sabilillah untuk menunjukkan membela Allah. Kalau begitu, segala sesuatu yang diusahakan seseorang untuk menggapai sesuatu dengan niatan mendapat ridla Allah masuk dalam pengertian jihad secara bahasa. Namun, tidak boleh dijadikan makna pokok. Karenanya, tidak boleh menggunakan makna umum ini untuk menyebut jihad. Seharusnya makna lafadz jihad fi sabilillah dibawa kepada makna yang dipahami dan berlaku penggunaan oleh generasi awal umat ini. Wallahu a’lam bil shawab.

(PurWD/voa-islam.com)

Ditulis oleh Zaid Mahmud dari Majalah Nida’ul Islam. Diterjemahkan dengan sedikit tambahan oleh Badrul Tamam.
RAMADHAN ADALAH BULAN PERJUANGAN, JANGAN MALAS DAN BANYAK TIDUR

Para pembaca yang diramhati Allah, diantara kekeliruan yang diyakini atau dilakukan kebanyakan orang dibulan Ramadhan adalah: bahwa Ramadhan adalah kesempatan untuk bermalas-malasan, apalagi disejumlah negara jam kerja dikurangi dibulan Ramadhan sehingga mereka mengira bahwa itu merupakan kesempatan untuk banyak tidur dan santai. Apalagi mereka membenarkan perbuatan mereka dengan berdalilkan hadits :


عن عبد الله ابن أبي أوفى رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : نوم الصائم عبادة و صمته تسبيح و عمله مضاعف و دعاؤه مستجاب و ذنبه مغفور .

Dari Abdullah bin Abi Aufa radhiallahu anhu berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ tidurnya orang yang berpuasa ibadah, diamnya adalah tasbih, amalannya dilipat gandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni “

Hadits ini dikeluarkan Imam Baihaqi dari haditsnya Abdullah bin Abi Aufa radhiallahu anhu kelihatannya Imam Baihaqi yang mengeluarkan hadits ini menetapkan keshahihannya, padahal sebaliknya, beliau meriwayatkan hadits tersebut disertai dengan komentar beliau diakhirnya : Ma’ruf bin Hasan – yakni salah satu perawinya – lemah, dan Sulaiman bin Umar An-Nakha’ie lebih lemah darinya.

Berkata Al-Hafiz Al-Iraqi : didalam sanadnya ada Sulaiman bin Umar An-Nakha’ie salah seorang pendusta.

Saya katakan: didalamnya juga ada Abdul Malik bin Umair dimana Adz-Dzahabi menyebutkannya dalam kitab “ Adh-Dhu’afa “.

Berkata Imam Ahmad : haditsnya mudhtharib (tidak tetap).

Berkata Ibnu Ma’in : selalu mencampur adukkan.

Berkata Abu Hatim : dia bukan seorang Al-Hafidz.
Hadits ini juga dilemahkan oleh Syeikh Albani dalam kitab “ Dhoiful Jami’ (no :5972).

Kesimpulan:

Kesimpulannya bahwa derajat hadits ini tidak shahih, tidak pula hasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bisa jadi lemah atau bahkan maudhu’, jadi tidak bisa dijadikan sebagai hujah.

Seandainya hadits ini bisa dijadikan hujah tentu maknanya adalah : Sesungguhnya ketika orang yang berpuasa menghadapi perkara-perkara yang bertentangan dengan hikmah puasa akibat pergaulan dengan masyarakat seperti penyakit dusta, ghibah, melihat kepada yang haram dan semacamnya, lalu dia tidak mampu meninggalkan perbuatan tersebut meski sudah berusaha sekuat tenaga, maka tidurnya disiang hari akan menghindarkannya dari perkara-perkara yang mungkar tersebut, dan itu termasuk salah satu bentuk ibadah.

Dari sisi lain, orang yang lebih mengutamakan tidur ketimbang kegiatan positif yang produktif bertentangan dengan perintah agama, yaitu kewajiban memanfaatkan enerjinya untuk amal kebaikan, demikian juga bertentangan dengan perintah agama yang melarang kita dari sifat lemah dan malas dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Abu Umamah radhiallahu anhu supaya memohon dijauhkan dari kedua sifat itu sehingga terlepas dari kesedihan dan dapat membayar hutangnya sebagaimana riwayat Abu Dawud.

Maka islam adalah agama yang aktif dan produktif. Orang yang berpuasa bisa beraktifitas sesuai kemampuannya. Bahkan para sahabat pun tidak berhenti bekerja walaupun mereka sedang berpuasa, bahkan peperangan-peperangan yang besar terjadi dibulan Ramadhan, terutama perang Badar, Fathu Makah dan lain-lain.

Bulan Ramadhan merupakan bulan ibadah baik siang dan malam, adapun malam dengan sholat tarawih dan membaca Al-Quran, sedangkan malam dengan berpuasa dimana keduanya dapat menjadi syafaat bagi pelakunya di hari kiamat sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda mengenai keduanya :


فقال صلى الله عليه وسلم "الصيام والقرآن يشفعان للعبد يوم القيامة، يقول الصيام : يا رب منعته الطعام والشهوة بالنهار فشفعنى فيه ، ويقول القرآن : منعته النوم بالليل فشفعنى فيه ، فيشفعان " رواه أحمد والطبرانى والحاكم وصححه ،

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ puasa dan Al-Quran dapat menjadi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat, berkata puasa : Yaa Robku aku telah menghalanginya dari makan dan syahwat di siang hari, maka jadikanlah aku syafaat baginya, dan Al-Quran berkata : Yaa Robbku aku telah menghalanginya tidur diwaktu malam, maka jadikanlah aku syafaat untuknya, maka keduanya dapat memberi syafaat “
HR Imam Ahmad, Thabrani, dan Hakim dan dishahihkannya.

Namun seandainya seseorang tidur sepanjang hari maka puasanya tetap sah asalkan dia mengerjakan sholat tepat waktunya, meskipun tidak sejalan dengan hikmah puasa yaitu berjihad melawan hawa nafsu.

Dalam hadits diatas ada isyarat seandainya malam yang sebenarnya merupakan waktu istirahat saja diisi dengan qiyamul lail dan membaca Al-Quran, maka sudah sepantasnya siang yang bukan merupakan waktu tidur digunakan untuk kegiatan amal sholih yang bermanfaat sesuai dengan kemampuan.

Jadi sebenarnya tidak ada istilah istirahat dari beramal bagi seorang muslim, karena masih banyak yang kita tinggalkan dibelakang dan harus disempurnakan.

Allah Ta'alaa berfirman:(Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain) [QS Al-Insyirah:7].

Mudah-mudahan Allah Ta'alaa memudahkan amal ibadah kita semua terutama di bulan Ramadhan ini. Amin.

Wallahu a’lam bishowab.


(ar/voa-islam.com)
TENTANG RAMADHAN YANG WAJIB DIKETAHUI

Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya.

Ramadhan memiliki kedudukan yang agung di mata kaum muslimin. Hati mereka merasa bahagia dan senang ketika Ramadhan akan datang. Semangat untuk berbuat baik dan melaksanakan ketaatan meningkat. Menggelora semangat dalam jiwanya yang diikuti badannya sehingga merasa ringan melaksakanan ketaatan dan meninggalkan kemungkaran.

Pastinya, perasaan ini akan dirasakan setiap muslim, selemah apapun imannya. Karena Ramadhan adalah bulan untuk melunakkan hati dan menentramkannya. Masa untuk saling tolong menolong dan bekerjasama dalam berbagai kebaikan dan ketaatan serta melaksanakan kebajikan-kebajikan. Pada bulan itu tergambar persatuan umat dalam beberapa aktifitas, seperti buka puasa bersama yang diadakan di rumah-rumah yang tidak biasa ditemukan di luar Ramadhan. Pemandangan serupa juga dapat ditemukan dalam pelaksanaan shalat Tarawih. Masjid-masjid dipenuhi jamaah saat shalat Shubuh yang tidak biasa ditemukan di luar Ramadhan pada zaman kita sekarang. Semua ini menjadi bukti nyata bahwa Ramadhan memiliki nilai dan kedudukan mulia di hati umat Islam.

Sesungguhnya penghormatan dan perhatian umat Islam terhadap Ramadhan tidaklah sama. Sebagiannya lebih atas yang lainnya sesuai dengan pengetahuan dan ilmu serta semangat mereka dalam menghidupkan bulan mulia ini. Karenanya, pada tulisan ini kami akan suguhkan beberapa perkara yang menerangkan tentang seluk beluk Ramadhan sehingga lebih berkesan di hati kita.

Sesungguhnya penghormatan dan perhatian umat Islam terhadap Ramadhan tidaklah sama.

Sebagiannya lebih atas yang lainnya sesuai dengan pengetahuan dan ilmu serta semangat mereka dalam menghidupkan bulan mulia ini.

Apa itu bulan Ramadhan?

Pertama, bulan Ramadhan adalah bulan kesembilan dari urutan 12 bulan yang di sisi Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi, juga sesuai urutan yang telah ditetapkan oleh Umar bin al-Khathab radliyallaahu 'anhu.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu,” (QS. Al-Taubah: 36)

Kedua, bulan yang Allah pilih untuk menurunkan Al-Qur’an di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنْ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185)

Ketiga, bulan di mana Allah mulai mengutus Nabi dan utusannya, Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.

Keempat, bulan yang Allah jadikan darinya sampai Ramadhan berikutnya sebagai penghapus dosa di antara keduanya.

Imam Muslim telah membuat satu bab dalam kitab al-Thaharah, “Bab Shalat lima waktu, satu Jum’at ke Jum’at lainnya, satu Ramadhan ke Ramadhan laiannya sebagai penghapus (kesalahan) di antara keduanya, selama dosa besar dijauhi.” Di dalamnya, beliau menyebutkan hadits dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

“(Antara) shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at dan Ramadhan ke Ramadhan, terdapat penghapus dosa-dosa, selama tidak melanggar dosa-dosa besar." (HR Muslim, no. 233)

Kelima, bulan yang apabila sudah masuk malam pertamanya terdapat banyak kebaikan. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab al-Shaum, dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ

“Apabila telah datang Ramadhan, maka pintu-pintu surga dibula.” (HR. Bukhari, no. 1898)

Dan dalam satu riwayat lain, masih dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ

"Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu langit dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para syaithan." (Muttafaq ‘alaih)

Jika telah datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu langit dan ditutuplah pintu-pintu Jahannam, serta dibelenggulah para syaithan. (al-hadits)

Keenam, Bulan yang Allah jadikan sebagai solusi bagi pelaku pelaku dosa dan kesalahan, juga bagi pemburu surga dan derajat tinggi dalam beragama.

Imam Bukhari dalam kitab Al-Tauhid, dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, dan berpuasa Ramadhan, maka wajib bagi Allah untuk memasukkannya ke dalam surga, baik dia berhijrah fi sabilillah atau duduk (tetap tinggal) di bumi kelahirannya.” Mereka bertanya, “Ya Rasulallah, bolehkah kami memberitahukan hal itu kepada manusia?” Beliau bersabda,

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ

“Sesungguhnya di dalam surga itu ada 100 derajat (tempat) yang telah dipersiapkan oleh Allah untuk para mujahid di jalan Allah, antara dua derajat seluas langit dan bumi. Dan apabila kalian memohon kepada Allah maka mohonlah surga Firdaus, karena sungguh dia terletak di surga yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya adalah ‘Arsy Allah Yang Maha Pemurah dan dari situlah terpancarnya sungai-sungai di surga.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam riwayat Muslim, Kitab Shalah al-Musafirin, dari Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Siapa yang berpuasa Ramadhan didasari iman dan hanya berharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alaih)

Ketujuh, bulan yang Allah jadikan umrah di dalamnya seperti haji. Bukan itu saja, bahkan seperti haji bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Kitab Al-Hajj, dari ‘Atha berkata, Aku mendengar Ibnu Abbas radliyallaahu 'anhuma mengabarkan kepada kami, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepada seorang wanita dari Anshar (Ummu Sinan), “Apa yang menghalangimu untuk berhaji bersama kami? Lalu wanita tadi menyampaikan alasannya karena kendaraannya dipakai jihad fi sabilillah. Kemudian Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِي فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ حَجَّةٌ

“Apabila telah datang Ramadhan, berumrahlah. Karena umrah pada bulan Ramadhan (pahalanya seperti) haji.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain, “Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat lain lagi, “Karena sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan menjadi pengganti (dalam pahala-red) haji atau haji bersamaku.” (Muttafaq ‘alaih)

Sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji” adalah dalam pahala, bukan pelaksanaannya menempati kedudukan haji yang bisa menggugurkan kewajiban haji berdasarkan ijma’ bahwa umrah belum cukup dan tidak bisa menggantikan kewajiban melaksanakan haji.

Ibnu al-Arabi berkata, “Haji tentang umrah ini adalah shahih dan merupakan karunia dan nikmat dari Allah. Dan umrah menyamai haji karena digabungkan dengan Ramadhan.”

Ibnu al-Jauzi berkata, “Di dalamnya, bahwa pahala amal akan bertambah dengan kemuliaan waktunya seperti bertambahnya pahala dengan kehadiran hati dan tujuan yang ikhlas.”

Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji adalah dalam pahala, bukan pelaksanaannya menempati kedudukan haji yang bisa menggugurkan kewajiban haji . .

Kedelapan, Bulan yang di dalamnya Allah adakan satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan dalam urusan dien dan amal hamba yang shalih.

Allah Ta’ala berfirman,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 3)

Imam Bukhari meriwayatkan dalam Kitab Shalah al-Tarawih, dari Aisyah berkata, “Adalah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam apabila sudah masuk di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Dan dalam riwayat Muslim disebutkan pendapat Ubay bin Ka’b tentang keyakinannya bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam ke 27. Pada saat itu, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk menghidupkannya. Beliau juga menyebutkan tanda-tandanya, yaitu pada pagi harinya langit terlihat putih terang, tidak ada cahaya matahari yang berserakan.

Kesembilan, bulan Ramadhan adalah bulan terbaik baik kaum mukminin dan menjadi bulan terburuk dirasakan kaum munafikin.

Kalau kita perhatikan, maka orang-orang mukmin melaksanakan beberapa amal kebaikan dan menyiapkan zakat hartanya untuk dia infakkan di bulan Ramadhan. Mereka menyiapkan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sekaligus menyiapkan juga untuk membantu fakir miskin. Mereka juga berlomba-lomba memberi santapan berbuka bagi shaimin.

Pada ringkasnya, bahwa bulan Ramadhan menjadi nikmat bagi orang mukmin dan bencana bagi orang fajir dan munafik. Wallahu a’lam.

Sebaliknya, orang-orang munafik, mereka menyiapkan tontonan-tontonan film, hiburan, dan berbagai permainan. Pada ringkasnya, bahwa bulan Ramadhan menjadi nikmat bagi orang mukmin dan bencana bagi orang fajir dan munafik. Wallahu a’lam. (PurWD/voa-islam.com)
WAJAH SURAM DUNIA MATERIALISME KITA

Dunia modern, semua urusan, dihitung atas untung atau rugi. Seolah tak ada pertemanan permanen. Itulah wajah suram materialisme

Oleh: Shalih Hasyim*

SEKALI waktu, tengoklah sepanjang Jalan M.H. Thamrin dan Jendral Sudirman di Jakarta. Antrian orang-orang yang tersekap dan terpenjara di balik kaca-kaca mobil, dan terpelanting dalam kerumunan.

Para eksekutif muda yang mengejar karir duniawi, tak sempat bersantai dan makan di rumah bersama orang-orang terdekatnya.

Dia harus membawa roti yang telah disiapkan pembantu dan harus di santapnya dengan mencuri waktu, sembari mengendarai mobil, diiringi oleh gemerisik musik hard rock yang melantun di car setereo yang mutakhir. Sementara itu segerombolan manusia terantuk-antuk di dalam bus yang padat dan pengap. Di dera oleh kecemasan, sambil terus berjuang menitipkan badan walaupun berdesak-desakan, sembari terus mewaspadai ada tangan-tangan jahil yang membongkar dompet celana saku belakang.

Sekelumit pemandangan tadi, menganggambarkan bagaimana hidup didera dengan segudang keinginan, obsesi-obsesi, dipacu dan di buru oleh tetek bengek yang terasa semakin tidak perlu.

Hidup yang retak-retak, terbelah, tidak utuh lagi. Hidup dalam perlombaan dan persaingan yang ketat, tetapi tidak sehat. Hidup selalu berjejal-jejal, berhimpitan, tetapi tidak ada kedekatan, erat dan keakraban hati. Saling membelakangi, saling memarahi, saling mendengki, saling menindas, saling adu otot. Manusia bagai serigala yang lain.

Dunia kita yang sangat luas ini, akhirnya terasa sempit. Dunia yang terang benderang kita terasa gelap. Dunia kita yang ramai ini terasa sepi. Dunia yang dipadati masyarakat sipil ini, sesungguhnya berkarakter militer. Penduduk yang sehat secara pisik, tetapi ruhaninya sakit, kurus. Dunia yang maju dalam iptek, tetapi berada di pinggir pada aspak imtaq.

Dunia yang maju dalam berbagai bidang, tetapi terbelakang dalam bidang akhlak. Dunia yang kita harapkan bisa membasahi kerongkongan ini, setelah diperoleh dan berlebih, terbukti hanya fatamorgana, menipu.

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.”

Ayat ini menjelaskan, sesungguhnya, orang-orang kafir --karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, hanya mengejar kepentingan dunia saja-- tidaklah mendapatkan balasan dari Allah SWT di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan mereka itu. Tapi tidak sebanding dengan balasan di akhirat.

Dunia modern adalah lukisan wajah yang selalu suram, murung, yang tersisa hanya satu pilihan pahit. Kita harus bertanding, dan harus menjadi pemenang, menjadi number one, atau sebaliknya menjadi pecundang. Sakti atau mukti (menjadi pemenang atau bercerai dari dunia ini selama-lamanya).

Semuanya harus dihitung secara rigit, untung atau rugi. Bangkrut atau jaya secara material. Tiada ada pertemanan yang bersifat permanen, yang abadi adalah kepentingan duniawi, pengaruh, tahta dan wanita. Kemanusiaan adalah sebuah komoditi, dan kata cinta kasih hanya sebagai hiasan bibir, tak lebih dari lipstik dan kosmetik. Itulah wajah dunia materialis kita yang disulut oleh paham hedonisme, yang berorientasi pada kepuasan sesaat, uang, peluang dan huru-hara. Berjuang identik dengan mengumpulkan beras, baju dan uang. Memproduk UUD akan cepat selesai jika Ujung-Ujungnya Dhuwit.

Janganlah berbicara tentang hari esok. Itu urusan yang belum jelas kepastiannya secara empiris. Kehidupan itu hanya untuk hari ini, kekinian dan kedisinian. Janganlah kamu perdulikan orang lain, dirimu adalah segala-galanya. Kamu tidak ada kaitan langsung dengan mereka. Nafsi, nafsi. Kamu..kamu.. saya..saya. Perkuat dominasi dirimu supaya populer, sekalipun harus nabrak sana…nabrak sini. Ingatlah pameo orang Yahudi, Farriq Tu’rof (yang penting beda, supaya dikenal). Ciptakan kondisi agar semua orang bertekuk lutut di hadapan pengaruh kekuasaanmu.

Fenomena kehidupan diatas gambaran kehidupan kaum sekuler. Yang berusaha secara gigih menceraikan dunia dan akhirat. Memisahkan manusia dari Pencipta. Melepas aspek lahir dari batin. Lari dari kontrol agama. Mereka mempersepsikan agama bagaikan musium purba, untuk menyimpan benda-benda antik. Agama berisi serangkaian aturan yang memenjara potensi manusiawi, kata mereka.

“Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al-Jatsiyah (45) : 24).

Kaum sekuler memandang waktu adalah uang. Semua aspek kehidupan ini harus dinilai dari sisi materi. Paham inilah yang membidani kehidupan kapitalis, hedonis, konsumtif. Semakin banyak mereka kumpulkan, indikator kesuksesan seseorang. Segala cara dan tujuan adalah legal, jika mendatangkan uang (al-Ghoyatu tubarrirul Wasilah). Pokoknya kehidupan ini serba boleh (ibahiyah). Nilai-nilai moral yang diucapkan hanya sebagai basa-basi.

Dunia bendawi kita gelisah dan tercampak dalam kerumitan. Karena harus menampakkan 10 wajah (dosomuka, Jawa). Beradaptasi dengan segala kondisi, yang penting mendapatkan keuntungan. Transaksi milyaran harus segera dilakukan, sekalipun harus merugikan orang banyak. Orang lain bukan dirinya. Yang menjadikannya survive dalam kehidupan adalah para pesaing dan musuh. Yang kalah bersaing, harus siap diperbudak.

Orang yang kalah dipelihara untuk mendukung ambisinya. Dan bagian dari alat produksi (bukan manusia yang berperasaan) yang terus digenjot dengan target-target keuntungan yang berlipat. Agar bisa mempertahankan status quo, pengaruh dll. Inilah yang menjadikan hubungan sosial antar sesama, kering. Komunikasi antar sesama, tidak care. Orang lain dianggap pesaing, musuh, bukan mitra dan anugrah.

Dengan memandang pihak lain musuh, dan perlu dilestarikan adanya pesaing, agar ada gerak dan dinamika, ada tempat membuang sampah, demi mempertontonkan kekuatan dan keperkasaannya. Jika tidak ada lawan, maka harus berusaha menciptakan lawan-lawan baru. Tidaklah heran, apabila ada beberapa pengamat dunia berpendapat bahwa setelah dunia sosialis dan kapitalis runtuh, negara-negara Barat mencari musuh baru. Konon, mata mereka sedang melirik musuk baru, ummat Islam.

Ummat Islam harus meyakinkan diri dan orang lain, bahwa ada fase kehidupannnya yang telah meraih kejayaannya secara utuh. Memadukan kekuatan dan kebenaran, menyatukan otak dan hati, mensinergikan imtaq dan iptek, menyambungkan jembatan dunia menuju akhirat. Sehingga ummat Islam yang kembali kepada ajarannya yang orisinil dan otentik, ia akan berbahagia di dunia dan selamat di akhirat. Mereka menjadi anak akhirat (ibnul akhirah) yang sukses menaklukkan dunia.

Dunia adalah wasilah (sarana) menuju tujuan akhir (ghoyah, akhirat). Bisa jadi sarana prasarana dihukumi tujuan jika mendekatkan jarak ke akhirat. Sesungguhnya dunia dan seisinya ini tidak berharga, kecuali di dalamnya masih ada peluang untuk istighfar dan taubat. Memohon agar kelemahan demi kelemahannya di tutupi oleh Allah SWT. Sehingga grafik kualitas dirinya terdongkrak. Adakah yang lebih berharga di dunia ini melebihi dari terbukanya peluang untuk menata ulang struktur kepribadian kita ?.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid (57) : 20).

Ummat Islam dituntut sebagai khairu ummah, untuk menyiram benak publik yang sedang lemes, loyo, kurang bertenaga, tidak berstamina, karena serangan berbagai penyakit. Kita harus mampu mengarahkan kehidupan mereka yang terlanjur membuat jiwa mereka terbelah. Kita tidak mungkin mengisolasi diri, berada di balik layar, berada di pinggir dalam panggung kehidupan ini. Ummat Islam dituntut mukhtalithun (membaur dengan mereka), wa lakin mutamyyizun (memiliki keistimewaan). Tidak larut dalam kubangan lumpur materialisme mereka, tetapi melepaskan mereka, agar bisa menikmati dan memaknai potensialisasi dan aktualisasi (kiprah) kehidupan mereka di dunia.

Kita tidak mungkin menyelamatkan mereka, jika kita inklusif dalam kubangan mazhab, partai, ashabiyyah, ananiyyah, suku dan etnis. Seakan-akan kita yang patut memonopoli, memiliki otoritas kebenaran, sekalipun jauh dari kebenaran.

Ada tiga kunci untuk mensukseskan peran yang kita ambil, sebagai penyeru kepada Allah SWT. Yaitu; pertama, bersatu, tegas dalam prinsip aqidah (iman), ushul. Kedua, toleran dalam furu’iyah. Ketiga, Fastabiqul khairat dalam amal shalih (prestasi). Amal shalih yang mengangkat derajat kita dan menghapus dosa kita serta sebagai wasilah kita dalam mengurai kerumitan-kerumitan.

Kita mengedepankan berbagai kesamaan kita, aqidah, ibadah dan akhlaq (tujuan puncak). Tetapi kita menyederhanakan dalam wasilah (media) menuju tujuan. Silahkan kreatif, dinamis, inovatif dalam sarana prasarana. Tetapi, kita harus sami’na wa ‘atho’ana dalam memandang niat, tujuan. Kita kumandangkan slogan : minallah (dari Allah), billah (dengan cara Allah), ilallah (menuju Allah).

Paham material tidak akan berhenti berproduksi untuk menawarkan pahamnya dengan metode super canggih, berbaju teknologi komunikasi. Kuku tajamnya secara halus, pelan tapi pasti mencengkram hati anak-anak kita yang masih lugu, polos. Banyak diantara mereka yang menjadi korban penjajahan duniawi, sehingga terpelanting dari ikatan agama (uculuddin, Jawa), lepas tali agamanya. Na’udzu billah. Pada akhirnya semakin banyak menikmati dunia, bagaikan meminum air laut. Batinnya tersiksa. Karena mengarungi samudera kehidupan tanpa arah, tanpa pegangan.

Budaya materialisme mengantarkan pengagumnya menjadi pemangsa bagi yang lain. Hari ini makan apa, besuk, lusa, makan siapa. Dan, endingnya, apa yang dimilikinya menghancurkan kehidupannya secara total.

“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."(QS. At Taubah (9) : 35).

Semoga, kita bagian dari orang-orang yang rugi, sebagai orang yang akhirnya sia-sia karena mengejar dunia.

*)Penulis adalah kolumnis www.hidayatullah.com